KARYA ILMIAH
MENINGKATKAN EKSISTENSI GURU BIDANG STUDI PAI DI SUAMATERA BARAT
O L E H
Nama : haryogi winarto/1102212
Tahun 2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar
belakang
Pada dasarnya, Menjadi guru
bukanlah hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan
tetapi guru bertanggung jawab atas perubahan prilaku peserta didik
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam
proses mengajar, guru atau pendidik harus membimbing
peserta didik agar potensi mereka berkembang,melatih keterampilan
baik keterampilan intelektual maupun keterampilan motorik sehingga peserta
didik dapat berani hidup dalam masyarakat yang cepat berubah dan penuh
persaingan. Dalam perjalanan sejarah, pendidik di Suamatera Barat
(Minangkabau) pada awal abad ke 20, yang terkenal dengan sebutan Tuan
Guru, Buya, Taungku, Syekh, dan Inyiak telah berhasil
mendidik danmembina murid-muridnya menjadi orang-orang cerdas, berakhlak,
dan berkarakter. Kemampuan pendidik pada waktu itu
telah mendidik anak kemenakan mereka dengan memasukan
nilai-nilai (spirit) yang terdapat dalam falsafah adat,
yakni: “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS-SBK).
Fenomena yang berkembang akhir-akhir
ini bahwa profesi guru (termasuk guru Pendidikan Agama Islam), baik
pada tingkat nasional maupun lokal (Sumatera Barat) sering mendapat sorotan
yang tajam. Di antara masalah yang muncul adalah rendahnya mutu dan
kualitas sumberdaya manusia yang dihasilkan selama ini dan akhlak peserta didik
yang masih jauh dari yang diharapkan. Rendahnya mutu pendidikan
tersebut, pada dasarnya, disebabkan oleh banyak faktor. Namun, faktor
kemampuan pendidik (guru) merupakan faktor kunci
untuk mendapatkan keberhasilan, sebab sabda Nabi
mengatakan: Bila suatu pekerjaan dibrikan kepada yang bukan
ahlinya (tidak professional) maka tunggulah kehancuran (al-hadis).
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat dirumuskan bahwa :
1. Bagaimana mengatasi Kurangnya sikap professional guru PAI, yang kurang mampu dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik.
1. Bagaimana mengatasi Kurangnya sikap professional guru PAI, yang kurang mampu dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik.
2. Bagaimana menerapkan sikap professional guru bidang
studi PAI.
3. penerapan bidang studi PAI secara maksimal di dunia
pendidikan.
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ialah
:
1.
Mengoptimalkan tingkat eksistensi guru bidang
studi PAI.
2.
Mengembangkan profesi keguruan terutama guru
bidang studi PAI.
D. Manfaat
Adapun
manfaat secara umum ialah guna mengetahui bagaimana penerapan sikap
professional dan eksistensi guru bidang studi PAI dan secara khusus guna
mengoptimalkan pengetahuan PAI dan hasil belajar dikalangan peserta didik.
BAB II
Kajian Teori
1.
Pendidikan agama islam
Menurut
muhaimin (2003 : 6), bahwa pendidikan agama islam merupakan salah satu bagian
bagian dari pendidikan islam. Istilah pendidikan islam dapat di pahami
dalambeberapa prespetif, yaitu:
1.
Pendidikan menurut islam,atau
pendidikan yang berdasarkan islam, dan/atau sistem pendidikan yang islami.
2.
Pendidikan ke-islaman atau
pendidikan agama islam atau ajaran islam dan nilai-nilainya, agar menjadi
pandangan sikap hidup seseorang.
3.
Pendidikan dalam islam, atau proses
dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam
sejarah islam.
Berdasarkan
definisi diatas maka dapat dirumuskan : pendidikan islam merupakan sistem
pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan niat untuk mengajarkan
ajaran islam dan nilai-nilai islam dalam kegiatan pendidikannya.
2.
Peranan Pendidik agama islam
Seorang
guru dituntut untuk berkomitment terhadap profesionalisme dalam mengemban
tugas. Seseorang dikatakan profesionalisme, bila pada dirinya melekat sikap
dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitment terhadap mutu proses
dan hasil kerja, yakni berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau
cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya.
BAB III
Pembahasan
1. Permasalahan
Guru Pendidikan Agama Islam Saat ini
Bila
dicermati secara seksama permasalahan PAI pada lingkungan
sekolah/madrasah saat ini masih menyisakan sejumlah persoalan yang patut
menjadi perhatian serius dari semua pihak. Di antara permasalahan tersebut
adalah seperti yang dikemukakan Kamaruddin Hidayat, sebagaimana dikutip
Muhaimin (2005 : 23), pengajaran PAI selama ini lebih berorientasi pada belajar
tentang agama, sehingga hasilnya banyak peserta didik yang mengetahui
nilai-nilai ajaran agama, tetapi prilakunya tidak relevan dengan pengetahuannya.
Sehingga problema PAI saat ini
1. Kurangnya
sikap professional guru PAI, yang ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam
menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik. Ini terlihat dari kurangnya
kemampuan membuat persiapan, menguasai bahan pelajaran, memilih
metode, menggunakan media, dan melakukan pengelolaan kelas.
2. Kurangnya pengakuan masyarakat
terhadap guru PAI. Hal ini ditandai dengan kurangnya penghargaan atas kegiatan
pendidikan yang dilakukan guru terhadap peserta didik di sekolah. Sebagai akibatnya
ada perasaan rendah diri (minder) bagi guru agama bila berhadapan dengan
guru bidang studi lain.
Berbagai
persoalan PAI tersebut, menurut Ahmat tafsir, sebagaimana dikutip Muhaimin
(2005 : 28), tidak bisa dilepaskan dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam
pelaksanaannya. Menurutnya, adaempat hal yang menyebabkan timbulnya
permasalahan PAI, yakni:
1. Kesulitan dari bidang studi PAI itu
sendiri. Bidang studi ini banyak menyentuh aspek-aspek metafisika
(ghaib) yang bersifat abstrak atau bahkan menyangkut hal-hal yang yang bersifat
supra rasional, meskipun ada juga yang menyentuh hal-hal yang rasional.
2. Kesulitan yang datang dari guru PAI
sendiri, yakni kurangnya kemampuan professional dalam mendidik.
3. Orang tua kurang memperhatikan
pendidikan agama yang diperoleh anak di sekolah.
4. Orientasi kehidupan semakin
matrealistis, individualistis, dan pragmatis, sebagai akibatnya
standar keberhasilan seseorang hanya diukur dengan benda, pangkat, dan jabatan.
Bila
dicermati berbagai persoalan PAI, sebagaimana diungkap di
atas, agaknya titik lemah PAI lebihbanyak terletak pada
komponen guru (pendidik). Kelemahan tersebut dapat terlihat
pada penyajian materi. Guru PAI kurang bisa mengubah pengetahuan
agama yang kognitif menjadi “bermakna” dan “bernilai”, atau kurang
mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu
diinternalisasikan dalam diri peserta didik. Di samping itu, guru PAI
juga tidak bisa memahami peserta didik dari aspek perkembangnnya, kurang
dapat bekerja sama dengan program-program pendidikan non-PAI, dan kurang
mengkaitkan materi PAI dengan kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat,
sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai kehidupan
keseharian.
2. Menjadikan Guru
PAI Profesional
1. Tanggung
Jawab Guru PAI
Guru
merupakan pendidik profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama
bagi pendidik perguruan tinggi (UU No. 20/2003, Ps. 39, ayat 2) Berdasarkan
undang-undang di atas dapat dipahami bahwa
tugas guru PAI bukan hanya mengajar saja, tetapi lebih
jauh dari itu, yakni mulai dari merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, sampai kepada mengevaluasi hasil pembelajaran.
Dalam Undang-Undang
Guru dan Dosen juga secara tegas dikatakan bahwa Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah (UU No. 14 Th. 2005, ps 1). Oleh
karenanya, mengajar PAI bukanlah hanya sekedar menyampaikan materi
pelajaran kepada peserta didik, tetapi mendidik, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan melakukan evaluasi. Mengajar adalah
pekerjaan yang mempunyai tujuan yang jelas, yakni pembentukan kepribadian,
karakter, watak peserta didik.
2. Mengoptimalkan Eksistensi Guru
PAI
Dalam proses pendidikan
guru PAI mempunyai eksistensi dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat,
kemampuan, dan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan
berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Untuk itu, guru PAI harus
memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara sesama peserta
didik memiliki perbedaan yang sangat mendasar, baik dari segi bakat, minat, dan
kecerdasan, maupun dari segi latar belakang pendidikan orang tua, sosial ekonomi,
dan kebiasasan di rumah, karena semuanya itu akan mempengaruhi peserta
didik. Oleh karena itu, guru PAI mempunyai eksistensi yang
tidak bisa digantikan, meskipun kemajuan teknologi berkembang dengan hebat.
Mendidik
adalah suatu usaha yang sangat kompleks,sehingga sukar menentukan bagaimana
sebenarnya mengajar yang baik. Beberapa prinsip yang berlaku umum untuk semua
guru yang baik :
1.
memahami dan menghormati murid
2.
menghormati bahan pelajaran dan
Tidak terikat oleh satu buku pelajaran.
3.
menyesuaikan metode mengajar dengan
bahan pelajaran.
4.
Menyesuaikan bahan pelajaran dengan
kesanggupan individu.
5.
Mengaktifkan murid dalam belajar.
6.
Mempunyai tujuan tertentu dengan
tiap pelajaran yang diberikannya
Selain
itu guru yang baik, bukan saja harus menguasai spesialisasi ilmunya, akan
tetapi harus mengenal proses belajar manusia, cara belajar, penggunaan
alat-alat peraga, teknik penilaian,dan sebagainya.
Dalam konteks Sumatra
Barat, yang masyarakatnya terkenal
dengan kuat agamanya dan kental adatnya. Ini tercermin
dalam pepatah adat yang mengatakan “Adat basandi Syara’, Syara’ basandi
Kitabullah”(ABS-SBK). Antara agama dan adat di Sumatera Barat
(Minangkabau) menyatu dan bahkan saling mengisi, bagaikan aur dengan
tebing. Hal ini terlihat pula dalam pepatah adat yang
berbunyi “Syara’ mangato, Adat mamakai”. Artinya, konsep
dan aturan-aturan agama dilaksanakan oleh aturan-aturan adat
dalam kehidupan berkorong, berkampung, dan bermasyarakat.
Namun, untuk keberhasilan guru di Sumatera Barat aganya perlu juga juga
dilengkapi dengan dengan kompetensi kearifan lokal yang sesuai
dengan adat Minangkabau. Artinya, guru PAI hendaknya dapat menggunakan
pendekatan adat dalam proses pembelajaran PAI.
Dalam konsep Islam, guru (pendidik)
berasal dari kata Murabbi, Muallim, dan Muaddib, yakni sebuah
profesi yang sangat mulia. Semua aktivitas guru merupakan ibadah yang tinggi
nilainya di sisi Allah, karena di samping berilmu pengetahuan guru juga
mencerdaskan orang. Allah meninggikan derjatnya orang beriman dan
orang yang berlmu pengetahuan (Q.S. al-Mujadalah/58 : 11). Karena di
tangan gurulah seseorang menjadi pintar. Dari tangan gurulah awalnya
berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan dari tangan guru
jugalah majunya sebuah Negara. Untuk itu, guru dalam melaksanakan
tugasnya harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh (Profesional), yang
didasarkan atas keimanan dan keikhlasan.
3. Usaha
Pengembangan Profesi Keguruan
Agar senantiasa kemampuan seorang
guru sebagai tenaga professional dapat berkembang dan semakin mantap,
maka perlu ada usaha-usaha yang perlu dilakukan. Di antaranya:
a. Guru PAI
perlu banyak-banyak belajar baik di rumah maupun juga
di perpustakaan dengan cara membaca buku-2 agama, al-Qur’an,
Hadis, koran, majalah, internet. Dalam al-Qur’an, Allah
mengingatkan manusia agar senantiasa banyak membaca. Dengan membaca
itu, ilmu pengathuan dan teknologi akan berkembang dan maju.
b. Guru PAI
hendaknya memanfaatkan wadah perkumpulan guru mata
pelajaran seperti MGMP, KKG dengan melakukan diskusi dan seminar.
Dalam al-Qur’an, Allah mengingatkan agar manusia sering-sering bertanya agar
mendapatkan ilmu pengetahuan.
c. Belajar
secara formal hingga pada jenjang pendidikan S.2 dan S.3
d. Mengikuti
pertemuan organisasi profesi pendidikan (PGRI, ISPI, dll)
e. Ikut
Mengambil bagian dalam kompetisi ilmiah
f. Melakukan
penelitian tindakan kelas (PTK)
g. Menulis
karya ilmiah berupa buku, makalah, dan jurnal
BAB IV
Penutup
1.Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk optimalisasi peran guru Pendidikan
Agama Islam di Sumatera Barat memerlukan kerja keras, baik dalam meningkatkan
kemampuannya maupun dalam mengembangkan profesinya. Dengan menggunakan
pendekatan kearifan lokal (Adat Minangkabau) dalam proses pembelajaran PAI,
maka mau tak mau guru perlu memahami nilai-nilai adat itu sendiri, di samping
menguasai materi keagamaan secara dalam dan keterampilan dalam
mengajar.
KEPUSTAKAAN
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2005)
S.
Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara,
2000)
Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang
RI No. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar